Tanpa judul
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh
Alhamdulillah Alhamdulillah
Mommis apa kabarnya ? Semoga semuanya termasuk anggota keluarganya selalu sehat, bahagia, tercukupi lahir batinnya, dimudahkan dan dilancarkan rizkinya serta selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin
Kita jumpa lagi ya mommis. Jangan bosan lho jika kita bertemu lagi, lagi dan lagi 😂
Supaya bukan saya lagi makanya ayolah kalian semua unjuk gigi (dah pada sikat gigi kan?)😁.
Saya akan berbagi pengalaman yang mungkin bagi orang lain biasa saja dan tidak ada apa-apanya dibanding pengalaman mommis semua di sini.
Ambil yang baik dari pengalaman saya dan perbaiki yang kurang baik dari kisah ini.
Saya akan berbagi pengalaman hidup bagaimana saya di titik ikhlas tanpa tapi dan bangkit dari keterpurukan mental dan ekonomi.
Bullying secara fisik dan mental
❤️Masa kecil ku di sebuah kota yang sangat nyaman yaitu Sukoharjo. Orangtuaku berjualan sejak aku umur 1 tahun. Hidup menumpang ataupun di kontrakan yang imut sampai ukuran 5x5 meter pernah kami alami. Direndahkan orang, mendapat janji palsu sudah makanan sehari-hari apalagi bapak ibu kan tipe yang "nggih" dan "sendiko dawuh" khas "Kawulo alit".
Sejak SD saya jualan kue atau roti BS dan membuat warung sendiri dengan kursi kayu, membuat undian dengan bungkus plastik isi permen cicak warna warni dan kertas bertuliskan mendapat hadiah atau belum beruntung. Itu mungkin juga yang membuatku kembali direndahkan orang😂 dan di-bully.
Direndahkan secara mental yang sering saya alami dari lingkungan. Karena direndahkan, di-bully , diperlakukan tidak adil dari lingkungan, membuat dendam : Saya harus berprestasi, awas saja akan kutunjukkan siapa saya.
Sampai akhirnya selalu ranking, ikut lomba cerdas tangkas, pelajar teladan, lomba akuntansi tingkat propinsi dan lulus kuliah dengan cumlaude. Persembahan buat orangtua saat dipanggil di atas panggung kehormatan acara wisuda. Saya berkata wahai lingkungan lihatlah saya yang bisa membanggakan orang tua.
Ikhlas Tanpa Tapi dan Nanti
Ujian datang dan sebagai penghapus dosa. Menerima kenyataan dimana saat kita butuh tapi Allah ambil karena Allah lebih sayang.
Saat kehamilan dan kelahiran anak pertama itu merupakan saat terberat buat Saya. Melebihi kesulitan hidup di awal diboyong ke Jakarta oleh suami.
Hidup pas-pas an dan tinggal di kontrakan petakan karena gaji tidak mencukupi untuk mengontrak yang lebih dari itu. Suami saat kami menikah posisinya tidak bekerja. Karena sudah niat mandiri ya kami jalani berdua.
Enam bulan kemudian suami kerja di kantor om nya. Gaji dibawah standar meskipun suami lulusan S1 dari sebuah perguruan tinggi swasta terkenal di kota Depok.
Setelah empat tahun barulah Saya hamil. Sendiri di perantauan dalam kondisi hamil juga lemah. Banyak juga omongan tidak enak dari keluarga besar yang pada akhirnya membuat saya di titik : untuk apa hamil? Perhatian yang diharapkan malah airmata yang sering datang dan sering stres. Pengajian 4 bulan yang di plan sederhana akhirnya malah jor-joran karena manut saudara yang selalu maunya wah. Mereka tidak tahu saya harus merelakan gaji sebulan dan rapelan empat bulan gaji yang awalnya mau disimpan untuk biaya melahirkan dan aqiqah. Hingga akhirnya saya melahirkan secara normal saat usia kandungan baru 27 Minggu.
Suara tangisan yang sangat merdu di telingaku memecah kesunyian pagi di awal bulan Ramadhan.
Ketika harus mencari RS yang mempunyai ruangan NICU dengan peralatan lengkap akhirnya pakai uang om (yang katanya bonus suami ).
Anak Saya bertahan 4 hari. Saya tidak bisa menangis pun tidak bisa teriak. Pikiran buntu dan seperti tidak merasakan kalau Saya hidup😂. Di saat seperti itu saudara malah mempermasalahkan jarik yang kupakai kenapa ada noda (noda obat batik) padahal sudah dijelaskan sebelumnya itu bukan noda. Saya jadi emosi dan membentaknya.
Akhirnya saya tenang setelah bapak mertua merangkul dan menenangkan.
Saat anak saya dimakamkan ada saudara yang bilang kalau semua biaya pasti menghabiskan uang orang tuanya. Ya Allah..
Semakin menumpuk semua dendam dan sakit hati membuat Saya terkurung dalam antara hidup dan tidak. Hidup hanya sekedar ya sudahlah. Kerja ya kerja. Layani suami ya layani.
3 bulan kemudian saya hamil lagi. Harus bedrest total karena sangat lemah dan sering pingsan. Akhirnya harus kuret.
Hamil anak ke 3 Alhamdulillah lahir dengan selamat. Anugerah dari Allah yang sangat saya syukuri.
Jika ibu mertua sakit kadang keluarga besar menyalahkan Saya yang katanya tidak nurut.
Saya sudah di titik bisa tidak menerima itu semua. Kemerdekaan sudah hilang.
Mudik karena ada kepentingan dan kangen orangtua saja dipermasalahkan hanya karena ibu mertua yang tiba-tiba jatuh sakit. Gosipnya diluaran saya jahat karena tidak mengajak beliau pulang kampung. Padahal jika mereka melihat ke dalam. Bagaimana kondisi keuangan dan mengapa tidak mengajak maka mereka pun tidak akan mengatakan hal tersebut.
Saya harus bangkit. Bagaimana harus move on dari itu semua. Saya-pun kembali mendekati-Nya. Menangis di sajadah cinta-Nya hingga suatu waktu seorang teman share tentang Rizqi itu bukan hanya materi tapi ujian pun Rizqi bagi kita dan penggugur dosa. Masya Allah 😭.
Kurangkul dendamku, kupeluk laraku tidak untuk kulupakan karena semakin ingin lupa malah akan semakin ingat. Kuresapi surat cinta-Nya. Untuk apa kita hidup. Hidup hanyalah menjalankan peran dan tugas kita hanya taat. Belajar memberi maaf dan memaafkan dengan ikhlas tanpa tapi dan nanti. Karena maaf itu hadir dari ketidaksempurnaan kita sebagai manusia.
Berusaha bangkit juga saat ini karena kondisi ekonomi yang lagi down.. Allah mempertemukan dengan dunia kepenulisan .. semoga menjadi tingkat Musa untuk ku dan keluarga ku aamiin 🤲🏻
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh
0 komentar