Believe

Aku termangu menatap jendela yang basah oleh hujan dari pagi yang mengguyur bumi. Kuhela nafas untuk sedikit mengurangi beban pikiran yang tengah menggelayut dalam benakku.

Entahlah..

Aku tidak habis pikir saja. Bingung. Sedih. Yap semua jadi satu.

Aku sampai di titik kepada siapa aku harus percaya. Setiap langkahku ditanyakan kemudian dengan ringan semua orang akan tahu yang pada akhirnya mengguncingkanku.

Harusnya aku bahagia kan ya? Mengapa? Karena pahala mereka kan untukku tetapi yang kurasa malah sedih. 

Yap. Sedih karena tidak ada lagi yang bisa kupercaya.

"Rani makan dulu nak!" Ibu memanggilku untuk makan siang lalu akupun berjalan menuju ruang makan.

***

Aku memang menceritakan atau curhat lah ke teman atau saudara tetapi hasilnya malah bocor kemana-mana. 

Bagaimana aku tahu?

Tidak sengaja kuketahui semua itu ketika salah seorang teman main ke rumah kemudian kami terlibat perbincangan seru yang akhirnya menyerempet ke diriku.

Kaget? Jelas 

Kesal ? Iya 

Marah ? Banget 

Semua perasaan itu aku tutup di depan temanku. 

Saat berkumpul saudara pun ternyata terjadi hal yang sama. Kupercaya pada salah satu saudara untuk curhat ternyata yang lain pun juga tahu.

Lalu aku harus percaya sama siapa? Salah tidak sih jika aku curhat atau sekedar mengeluarkan isi hati.

***

"Rani mengapa kamu diam saja?" Tanya Dian sahabatku.

Yap sejam yang lalu aku dengar lagi cerita tidak menyenangkan. Teman yang kupercaya dan rela membantuku ternyata hanyalah kamuflase. Dian mengatakan kepadaku karena dia tidak terima diriku di gosipkan diantara para sahabatku yang ternyata saling sahut menyahut mengenai diriku.

Astaghfirullah. Tidak menyangka saja. Sebenarnya aku tidak menelan mentah cerita Dian tetapi memang kumenyadari gelagat itu. Perubahan sikap serta di nonaktifkannya diriku supaya tidak dapat melihat story' wa mereka. 

Aku tidak memaksa orang supaya suka padaku. Ya beginilah diriku. Kalian suka Alhamdulillah tidak pun juga Alhamdulillah. 

Kusesalkan hanya mengapa di depanku berbeda dengan saat di belakangku. Untuk apa dan untungnya apa coba?

Hahaha tawaku yang garing membuat Dian menepuk pundakku.

*** 




0 komentar