Difabel

Suatu hari aku membacakan nyaring menggunakan aplikasi let's read ke anakku yang berusia hampir 6 tahun. Dia sangat kritis dan suka bertanya untuk segala hal yang belum diketahuinya.

Dalam cerita yang kubacakan itu bercerita mengenai anak yang menyukai beberapa makanan di daerah Kamboja. 

Dalam cerita bergambar tersebut ada gambar seorang anak duduk di atas kursi roda. Anak itu dan beberapa anak yang lainnya sedang duduk di depan meja makan.

Anakku pun bertanya, "Umi, mengapa anak itu duduk di kursi roda?" tanyanya lagi, "sakit?"

Aku tersenyum sambil memikirkan jawaban tepat yang sekiranya memancing pertanyaannya lebih lanjut, "Anak itu belum tentu sakit nak tapi mungkin juga difabel."

Anakku diam sebentar kemudian bertanya, "Difabel? Apa itu difabel?"

Jawabku, "Difabel itu sebutan untuk orang yang anggota tubuhnya seperti mata, telinga, kaki atau tangannya atau organ dalam tubuhnya kurang sempurna nak atau berkebutuhan khusus."

Melihat anakku diam aku pun bertanya padanya, "Bunda yang disebelah rumah kita juga menggunakan kursi roda kan?" Anakku mengangguk. Kemudian kulanjutkan, "bunda tersebut pernah mengalami kecelakaan yang menyebabkan kakinya tidak bisa berjalan lagi makanya memakai kursi roda untuk membantu aktivitas dan geraknya nak."

Selanjutnya kujelaskan juga bagaimana harus bersikap jika dia mempunyai teman ataupun tetangga yang difabel. Membantu mereka tanpa menyakiti dan tetap meminta ijin sebelum mengulurkan bantuan. Anakku pun akhirnya paham megenai orang yang difabel. 

Alhamdulillah sekarang banyak tempat yang memberikan ruang gerak dan memudahkan bagi teman difabel. Kemudahan akses bahkan dalam moda transportasi seperti KRL dan di toilet umum juga ada bagian khusus untuk penyandang difabel. 

Di taman juga ada track atau jalur khusus untuk penyandang difabel. Bahkan dalam dunia pendidikan juga saat PPDB seperti sekarang ini teman difabel mendapat jadwal khusus untuk mendaftar. 

Teman difabel juga banyak menghasilkan karya dan inovasi yang sangat mengagumkan jadi kubilang ke anakku supaya tidak memandang sebelah mata dan berteman dengan tulus tanpa merendahkan penyandang difabel. 

Kemudian suatu hari anakku sedang ikut denganku ke warung. Dia melihat ada pembeli lain datang. Pasangan suami istri. Sang wanita duduk di sebuah kursi roda didorong oleh prianya. 

Anakku memperhatikan pasangan tersebut tetapi tidak bertanya apapun. Kupikir anakku hanya melihat saja. Setelah suami istri itu pergi dengan belanjaannya barulah anakku bertanya mengenai si wanita tadi.

"Umi, apa ibu tadi yang disebut difabel?" 

"Benar Nak. Tadi kamu perhatikan kalau ibu tersebut berkebutuhan khusus." 

"Iya Umi."

"Kalau bertemu penyandang difabel kamu boleh menyapa tapi tidak boleh meledek atau mengganggu ya Nak." Pesanku yang dijawab dengan anggukan kepala.

Inilah cara belajar yang efektif buat anak yaitu dengan bukti kongkrit jadi anak lebih memahami. Alhamdulillah secara tidak langsung anakku belajar mengenai apa itu difabel. (AH)













0 komentar